Rabu, 16 September 2020

APA YANG MEMBUATMU BAHAGIA?

By Siswi Mardiastuti


Bahagia itu sederhana. Itu adalah salah satu kata bijak yang beredar di dunia maya. Dengan latar belakang gambar empat bocah desa hanya memakai celana. Mereka berlarian di tengah persawahan sambil tangannya melambaikan sesuatu. Entah apa… 


Betapa sangat sederhana, pembuat kata bijak itu mengartikan sebuah kebahagiaan. Cukup dengan menerima keadaan, lalu mensyukurinya. Barangkali itulah pesan yang akan disampaikannya. Iya, bocah desa itu tidak harus mempunyai gadget dulu untuk bisa bahagia. Tidak harus memiliki segala fasilitas yang berbau modern dulu untuk bisa bahagia. 

Cukup memanfaatkan wahana-wahana yang ada di desanya. 


Itu bahagia ala pembuat kata bijak. Lantas bagaimana bahagia ala saya? 


Pertama, Bahagia itu ketika dapat menerima keadaan dan mensyukurinya. 


Ternyata bukan hal yang mudah bagi saya untuk merasa cukup atau tidak pernah merasa kurang. Dibutuhkan keikhlasan dan kesabaran. Harus senantiasa belajar untuk dapat memahami hikmah Allah menciptakan perbedaan rezeki dan kedudukan di antara hamba-Nya. Perlu sering-sering melihat 'ke bawah'. Dan satu lagi, jangan pernah mengeluh. 


Seiring bertambahnya usia, saya bisa menerima dan merasa bahagia dengan apapun yang saya miliki, meskipun tidak sebaik dan semahal yang dipunyai orang lain. 


Kedua, bahagia itu ketika memiliki pasangan yang saleh. 


Kriteria pasangan saleh, di antaranya kuat amalan agamanya, bagus akhlaknya, santun, mengayomi, berwibawa, pemurah, penyabar, dan pemaaf. Mampu memimpin dan mendidik anak isteri. Dapat menjaga perilakunya baik di dalam ataupun di luar rumah.


Tidak ada manusia yang sempurna. Begitu pula pasangan saya. Tapi alhamdulillah, ia selalu sabar menasehati, membimbing membaca Al Qur'an, mengajak ke majelis ilmu dan ke arah kebaikan-kebaikan lainnya. Itu semua merupakan kebahagiaan bagi saya. 


Ketiga, bahagia itu ketika memiliki anak yang saleh/salehah.


Kata anak saleh dalam kamus bahasa Indonesia adalah anak yang taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah. Sedangkan ciri-ciri anak saleh disebutkan dalam Al Qur’an, di antaranya yaitu Surah Al-Luqman : Ayat 15-19 yang artinya 


“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepadaKulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui. Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.”


Dari ayat-ayat tersebut, ciri-ciri anak saleh adalah: berbuat baik kepada kedua orang tuanya;  menjauhi perbuatan yang tidak baik, sekalipun pada masa itu tidak ada orang mengetahuinya; mendirikan solat; mengajak manusia kepada kebaikan; menjauhi kemungkaran; bersabar menghadapi cobaan dalam kehidupan; tidak bersikap sombong; tidak melakukan perkara yang tidak baik dalam masyakarat; selalu bertutur dengan sopan; dan menghormati orang lain.


Semua orang tua mendambakan anak-anak nya menjadi anak saleh, seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Luqman. Tak terkecuali saya. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mewujudkannya. 


Salah satu upaya yang kami lakukan adalah memasukkan anak ke pondok pesantren dan rumah tahfiz. Apa hasilnya? Anak saya menunaikan salat tanpa disuruh, santun pada siapapun, selalu berbicara sopan, istiqomah di jalan kebaikan. 


Yang lebih membuat saya bahagia, ketika suatu hari seorang ustazah dari rumah tahfiz menyampaikan anak saya menyetorkan hafalan terakhirnya. Ia selesai menyetorkan 30 juz selama 24 bulan dan 8 juz sudah diujikan. 


Keempat, bahagia itu ketika bisa tinggal di lingkungan yang mendukung keimanan kita. 


Atas kehendak Allah, tempat tinggal saya bersebelahan dengan musala. Bertetangga dengan orang-orang yang baik akhlaknya. Mereka juga gemar meramaikan musala dengan aktivitas-aktivitas ibadah. 


Demikian serangkaian hal yang membuat saya bahagia. Semoga bermanfaat… 


Minggu, 13 September 2020

ADA YANG TERLUPA


By Siswi Mardiastuti

Selama masa pandemi COVID-19, Pak Han (begitu orang-orang menyapanya) membiasakan diri bersepeda. Tepatnya sejak hari kelima bulan Ramadhan tahun ini.

Olahraga barunya itu dilakukan setiap jam setengah enam, setelah menyelesaikan satu juz bacaan Al-Qurannya. Kembali ke rumah sekitar satu jam kemudian. Untuk menghindari kebosanan, Pak Han pun menempuh rute yang berbeda setiap harinya. Kadang di jalan datar. Namun, tak jarang pula ia memilih jalan yang menantang.

*

Kemarin malam...

Pak Han bersama belahan jiwanya menghabiskan malam minggu hanya dengan duduk-duduk di ruang depan. Ruang yang biasa digunakan untuk menampung tamu-tamunya.

Pria berkaos putih dan bawahan sarung warna biru elektrik itu dengan lihai memainkan gitar, seraya bersenandung Titip Rindu Buat Ayah. Suara khasnya membuat 'adem' hati yang mendengarkannya.

...Ayah dalam hening sepi kurindu
Untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban...

'Tes!'

Mendadak tak bisa ditahan, buliran bening menetes di pipi Bu Susan. Wanita yang dipersunting Pak Han dua puluh tahun yang lalu. Entah apa yang terbayang dalam benaknya. Bapaknya? Bapak kandung, juga bapak mertuanya masih ada. Barangkali wanita yang hampir lima dasa warsa itu terbayang kedua ibunya yang telah lebih dulu menghadap-Nya.

"Yang..." Pak Han meletakkan gitar, menyapa lembut isterinya.

Yang itu bukan eyang, tapi sayang. Itu panggilan Pak Han pada ibu dari anak semata wayangnya. 

"Eh, iya Mas." Bu Susan bergegas mengeringkan pipinya dengan tissue yang ada di hadapannya.

Seorang ibu yang dulu terkenal tomboy itu paling malu bila ketahuan menangis.

Yuk, besok sepedaan ke Salatiga!" ajak Pak Han.

"Haaahhh?!" Bu Susan menjawab sambil melotot. Bola matanya hampir copot.

"Mau nggak?"

"Dari sini?" tanya Bu Susan masih tidak habis pikir.

"Tiga puluh kilometer lho, Mas... Aku tak akan kuat lah...." lanjutnya lagi. Ia bak pejuang yang udah menyerah sebelum perang.

Pak Han duduk lebih mendekat, hampir tak ada sela di antara mereka berdua. Seraya menirukan gaya bicara Dilan dalam film DILAN 1990, ia menjawab, "Ya, nggak lah, Yang.... Aku tahu, kamu tak akan kuat. Biar aku aja..."

Dirayu-rayu Pak Han, hati Bu Susan pun luluh. Bukan Pak Han namanya, kalau tidak bisa menahlukkan hati Bu Susan. Akhirnya Bu Susan menyetujui ajakan suaminya. 

*

Segala sesuatu perlu direncanakan. Hal sekecil apapun. Termasuk dalam bersepeda.

Sebelum berangkat tidur, dua insan yang anaknya sudah perawan itu mematangkan rencana untuk keesokan harinya. Mulai dari rute yang akan dilalui, bekal makanan dan minuman, serta perlengkapan yang akan dibawa.

Agar tak tergesa-gesa, malam itu juga, Pak Han mengemasi dua sepeda. Mengambil dua helm, dua pasang kaos tangan, dan dua pasang sepatu. Satu persatu dinaikkan ke 'gerobak'-nya.

"Yang, tolong ini dimasukin ke mobil ya! Aku mo ke belakang." Sambil terburu-buru, Pak Han menyodorkan roda depan sepeda balapnya pada Bu Susan. Rupanya Pak Han ada panggilan alam.

Tak berselang lama, ponsel Bu Susan yang berada persis di sampingnya bergetar. Pertanda ada notifikasi masuk. Ia menaruh roda sepeda begitu saja, lantas mengambil ponselnya. Menemukan satu pesan dari putrinya.

[Assalamu'alaikum... Buk, besok kalo ada waktu, tolong gamisku yang merah maroon dipaketin ya. Makasih.]

[Wa'alaikumussalam. Siap, Bidadariku.]

*

Pagi harinya, kala jarum pendek berada di antara angka tiga dan empat, secara bersamaan mereka keluar dari kamar. Seperti pagi-pagi lainnya, sepasang pengantin kawak yang tinggal di rumah berdua saja itu langsung menunaikan rutinitas ibadahnya.

Tak lama kemudian, sekitar pukul lima mereka meluncur ke kota terindah di Jawa Tengah, Salatiga. Sebuah kota sejuk yang dikelilingi oleh Gunung Merbabu, Gunung Gajah dan Gunung Telomoyo.

Berada di lereng pegunungan. Terbayang kan, bentang alamnya seperti apa?

*

Sesudah menyusuri jalan selama satu jam lima menit, akhirnya sampai juga di tempat yang dituju. Lapangan Pancasila, lapangan yang dijadikan alun-alun kota Salatiga.

Tampak sejumlah fasilitas untuk berolahraga di lokasi itu. Di samping peralatan kebugaran yang terpasang permanen di sebelah timur dekat dengan monumen, ada juga jogging track di sepanjang keliling tanah lapang. Yang dibuat dari material khusus yang bisa menyerap air dengan warna beragam. 

Namun, kedatangan Pak Han bukan ingin fitness atau jogging. Sama sekali tak terpikirkan untuk itu. Pak Han hanya akan memarkirkan kendaraan roda empatnya di sekitar lapangan.

Usai menghentikan kendaraan di tempat parkir, Pak Han menurunkan sepeda lipat dari bagasi.

"Yang, nih sepedanya."

Dari pada duduk diam menunggu Pak Han membetulkan sepeda balapnya, Bu Susan dengan helm yang bertengger di kepala langsung ngacir. Berkeliling mengitari lapangan.

Satu putaran sudah dilampaui Bu Susan. Sementara Pak Han terlihat masih jongkok di tempat semula.  

"Mas, ayoook..."

"Coba lihat itu!" Telunjuk Pak Han menuding sepedanya.

"Kok belum dipasang?"

"Emang rodanya mana?"

"Ups! Iyaa... Semalam begitu ada WA dari Hanifah, kutaruh begitu aja." Bu Susan sembari menepuk jidatnya.

Gagal. Meskipun sudah direncanakan secara matang ternyata bisa gagal. Gara-gara ada yang terlupa. Rencana tinggal rencana.
























GLOBALISASI

Globalisasi adalah suatu proses dimana semua penduduk di dunia ini bisa saling terhubung bertukar segala sesuatu tanpa terikat b...