Minggu, 05 Juli 2020

JEJAK PENA MITA (3)

Mita berdiri di pinggir jalan menunggu datangnya angkot yang biasa ditumpanginya. Jam sudah 14.50 WIB. Tapi angkot belum ada yang muncul. 

Sampai akhirnya terlihat mobil berwarna merah berhenti tak jauh dari Mita berdiri. Perempuan berseragam putih biru turun dan mendekati Mita berada. 

"Mit, bareng aku yuk!" 

"Makasih, Nia. Paling bentar lagi ada angkot."

"Ayolah... Udah sore nih. Gak usah sungkan. Biasa aja kaleee..."

Nia memaksa Mita agar mau bersamanya. Meski rumahnya tidak searah, tapi anak yang terkenal baik hati itu bersedia mengantar Mita sampai ke rumahnya. 

"Om, ngantar Mita dulu ya!" pinta Nia pada laki-laki berkumis tebal yang duduk di belakang setir.

"Iya, Mbak." sahut Pak Hadi, sopir yang selalu setia mengantar jemput Nia.

"Ngrepotin terus ya, Om?" tutur Mita.

Memang tidak sekali ini saja Mita diantar Nia. Tapi perempuan dari keluarga sederhana itu acapkali merasa sungkan menerima ajakan Nia. 

"Gak papa, Mbak Mita." Pak Hadi yang murah senyum itu menjawab seraya melirik kaca spion yang menempel di plafon mobil.

"Makasih, Pak Hadi. Makasih, Nia." 

"Sama-sama." jawab Nia dan Pak Hadi hampir bersamaan.

Nia menoleh ke arah Pak Hadi. "Oh ya Om, mampir beli bakso dulu ya!" 

"Siap!"

Tak berselang lama Pak Hadi menghentikan mobilnya di depan sebuah warung bakso langganan keluarga Nia. Mereka terlihat turun satu per satu. Lalu masuk ke warung yang tidak begitu ramai pembeli. Mungkin karena sudah tidak jam makan.

Nia menuju meja sebelah kanan di dekat tembok, disusul Mita di belakangnya. Sedangkan Pak Hadi memilih meja yang di atasnya ada kipas angin. Selisih satu meja dengan dua remaja SMP itu. 

Perempuan berkaos hijau pupus bertuliskan nama warung bakso itu mendatangi meja Nia. 

"Selamat sore, Mbak. Silahkan pesan. Saya tinggal atau saya tunggu?" Dengan ramah pelayan itu menyapa sambil menyodorkan kertas berisi daftar menu. 

"Tunggu ya, Mbak!" 

Pelayan yang memegang kertas pesanan dan bolpoin itu menganggukkan kepala.

"Mit, kamu mau bakso apa?"

"Bakso urat."

"Minumnya es jeruk kan?"

Mita mengangguk. 

"Mbak, bakso urat 3, es jeruknya 3." Nia memesankan Pak Hadi sekalian. 

Sambil menunggu pesanan, Nia dan Mita berbincang-bincang tentang tulis menulis.

"Mit, kenapa sih kamu suka jadi penulis?"

"Asyik aja. Bisa menyampaikan apa kita rasakan lewat tulisan."

"Bukan karena ingin bisa jalan-jalan seperti Mbak siapa tadi yang kamu bilang, kan?"

"Mbak Asma Nadia? Hehehee..." 

"Trus apa aja yang udah kamu tulis?"

"Selama ini sih cuma nulis-nulis di buku harian."

"Tahu gak Mit, aku kapan itu juga beli buku harian. Tapi belum kuapa-apain. Habis bingung, apa yang mau ditulis."

"Yah... Tulis aja semua yang kamu rasakan. Sedih, marah, kecewa, atau apa ajalah."

Pembicaraan mereka terpotong sejenak oleh kedatangan pelayan yang membawa pesanan makanan mereka. Mereka menghentikan obrolan. Dan mulai menikmati bakso urat kesukaan mereka.

Setelah selesai makan dan membayar ke kasir, mereka meneruskan perjalanan pulang. Di dalam mobil, Nia tak sabar ingin melanjutkan obrolan. 

"Mit, aku pingin tahu yang udah kamu tulis."

"Rahasia dong."

"Kok rahasia?"

"Iya, yang udah kutulis kan semua tentang kesedihanku, kekecewaanku, marahku. Selama ini... A-aku jadi merasa lega aja setelah menulis."  

"Trus kalo senang, gak kamu tulis?"

Mita menggelengkan kepalanya. 

"Kalo aku mau menulis di buku harian. Tentang kita hari ini misalnya. Begini ya Mit. ....aku hari ini senang sekali. Bisa makan bakso sama Mita dan bisa tanya-tanya tentang menulis."

"Iya. Oh ya Nia, jangan lupa ditulis hari, tanggal dan tempatnya. Kalo perlu jamnya."

"Buat apa?" 

"Yah, untuk pengingat aja."

Saking asyiknya mengobrol hingga tak terasa sudah sampai di depan rumah Mita. 

(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

GLOBALISASI

Globalisasi adalah suatu proses dimana semua penduduk di dunia ini bisa saling terhubung bertukar segala sesuatu tanpa terikat b...